Bagi pikiran kita yang berhalusinasi, sepertinya semua kebahagiaan dan masalah kita sehari-hari setiap jam, setiap menit, bahkan kebahagiaan dan masalah setiap detik datang dari luar. Namun dalam kenyataannya penderitaan datang dari pikiran kita, dari konsep kita. Penderitaan adalah hasil dari tindakan, karma yang dilakukan di masa lalu. Dari tiga komponen keberadaan kita, tubuh, jiwa dan pikiran, penderitaan berasal dari pikiran.
Sehubungan dengan objek tertentu, lima faktor mental yang menyertai kesadaran yaitu terhadap objek, aspek, waktu, entitas dan basis. Lima faktor mental itu ada di mana-mana yang selalu juga menyertai kesadaran utama: perasaan, kognisi, kontak, niat, dan perhatian.
Niat adalah salah satu faktor mental yang ada di mana-mana. Karena niat selalu ada, hal-hal muncul sebagai sebagai positif dan negatif setiap saat dan pikiranpun memberi label hal-hal sebagai positif atau negatif.
Apa pun yang kita rasakan pada tubuh, ucapan dan pikiran orang lain dan bahkan pada benda material, kita menandainya positif atau negatif. Dengan cara ini kita memberi label. Dengan cara itu dapat menciptakan tindakan, menciptakan suatu penilaian sebagai suatu hal positif dan hal negatif. Jadi positif dan negatif muncul dan berawal dari pikiran sendiri.
Karena hasil dari kebahagiaan serta penderitaan adalah hasil dari pikiran kita sendiri dan bukan dari orang lain, kita memiliki kendali atas hal itu.
Ada yang disebut transformasi pikiran, di mana kita memanfaatkan masalah kita guna mengubahnya menjadi kebahagiaan, menjadikannya sesuatu yang penuh berharga.
Masalah yang kita miliki; masalah hubungan, penyakit, ekonomi adalah berkaitan dengan pikiran; itu adalah konsep pikiran. Itu tergantung pada bagaimana kita melihatnya. Oleh karena itu kita dapat menafsirkannya kembali, menempatkan label positif di atasnya daripada label negatif.
Dengan cara itu kita dapat memanfaatkan masalah, mentransformasikannya tidak hanya menjadi kebahagiaan sementara tetapi juga kebahagiaan tertinggi. Inilah yang benar-benar perlu untuk lakukan.
Kita memiliki kesempatan untuk mengubah penderitaan menjadi kebahagiaan dalam kehidupan sehari-hari. Terserah pikiran kita apakah situasi menjadi penderitaan atau bahagia. Kita dapat memilih apakah suatu situasi merupakan masalah atau tidak. Kita berkata, “Saya punya masalah! Kapan saya bisa bahagia? Kapan saya bisa tenang? ” Lalu kita membuat diri kita sakit.
Tidak ada orang lain yang membuat kita sakit, pikiran kita sendiri membuat kita sakit. Jika kita tidak mengubah cara berpikir kita ini akan tetap seperti itu, pikiran lama kita, konsep lama kita akan menciptakan masalah dan penderitaan yang sama bagi kita berulang kali, bahkan akan sampai diturunkan pada anak cucu dan bahkan dibawa pada kehidupan berikutnya.
Memanfaatkan kehidupan singkat kita ini untuk menjadi orang yang bahagia, sehingga tidak lagi menciptakan penyebab penderitaan yang sama. Meskipun saat ini dilanda penyakit fisik yang sebagai akibat dari tindakan sebelumnya yang telah dilakukan. Jjika memiliki pikiran yang bijaksana, dapat memanfaatkan psikologi terbaik dan mengubah situasi itu, lambat laun pikiran akan terlatih untuk mencapai jalan kebahagiaan. Dengan melihat situasi dengan cara yang berbeda, kita dapat berubah dari Duka menjadi Suka cita.
Menghilangkan Kekotoran dengan daya Pikiran
Pikiran bukanlah kesatuan dengan pengaburan tetapi hanya dikaburkan untuk sementara waktu, ia dapat dibersihkan sama seperti kain kotor dapat dibersihkan dari kotoran. Kotoran tidak dapat dipisahkan dari kotoran tetapi kain yang kotor dapat dicuci agar kotorannya benar-benar hilang. Dengan sabun atau bahan pembersih apa pun lainnya, dapat menjadi bersih sepenuhnya, tanpa bekas kotoran.
Pikiran dapat menjadi sepenuhnya benar-benar dibersihkan dari kotoran yang tersembunyi. Menghentikan penyamaran kekotoran yang kasar dan halus, kita kemudian dapat sepenuhnya mengembangkan kekuatan potensi pikiran akan semua realitas diri. Itu adalah kebahagiaan batin yang tiada taranya yaitu dengan kesadaran mendalam akan “Jiwa” atau “Roh”.
Pikiran setiap orang sama. Kita semua memiliki sifat pikiran alami. Kita semua memiliki kapasitas untuk sepenuhnya bebas dari semua halangan dan untuk menyelesaikan semua realisasi.
Setelah kita membebaskan diri kita dari kekaburan kita mencapai kedamaian, kebahagiaan sejati, pembebasan dari samudera penderitaan bagi diri kita sendiri. Setelah pengaburan halus telah dihilangkan kita dapat mencapai kebahagiaan tiada tara, mengaktualisasikan semua menjadi realisasi diri pada yang alam dan lingkungan.
Bahkan hewan memiliki potensi untuk mencapai pembebasan Samsara. Mereka memiliki sifat alamiah. Pikiran hewan dapat menjadi pikiran suci, tubuh kebenaran, yang memiliki dua aspek: tubuh kebenaran kebijaksanaan transendental dan tubuh kebenaran alamiah, sifat diri dari pikiran yang maha tahu.
Karena setiap makhluk, termasuk kita, memiliki sifat jiwa, sifat ketuhanan, tidak peduli berapa banyak penderitaan yang kita miliki, itu hanya sementara. Kita bisa bebas darinya. Seperti contoh yang baru saja saya berikan, sama seperti sebuah kain dapat dibersihkan dari kotoran karena itu tidak menyatu dengan kotoran, pikiran kita dapat terbebas dari penderitaan karena itu bukan satu dengan penderitaan tetapi hanya sementara dikaburkan. Karena pikiran memiliki kekuatan dari sifat alamiah untuk menghilangkan bukan hanya penderitaan tetapi juga penyebab penderitaan.
Pendidikan tidak hanya sekadar belajar
Selama masa hidupnya, hewan tidak memiliki kesempatan untuk mengembangkan sifat alami pikirannya. Di sisi lain kita sebagai manusia dapat berpikir dengan cara yang lebih halus, kita tidak hanya memiliki potensi tetapi juga kesempatan luar biasa untuk mengembangkan pikiran kita dalam kehidupan ini. Kemampuan kita jauh lebih luas daripada kemampuan makhluk non-manusia seperti hewan dan tubuhan. Dalam bentuknya yang sekarang, hewan dan tumbuhan tidak memiliki kemampuan untuk belajar dan berlatih meditasi, untuk memahami ilmu jiwa. Hanya jika mereka bisa menjadi seperti kita sebagai manusia, mereka akan memiliki kemampuan itu.
Pemikiran kita jauh lebih kompleks dan mendalam daripada yang bukan manusia, entah kita menggunakannya untuk hal-hal positif atau negatif.
Kita dapat menggunakan potensi luar biasa yang kita miliki untuk membawa kebahagiaan atau sebaiknya membawa penderitaan di dunia ini. Karena itu, walaupun kita sangat beruntung sekarang menjadi manusia, pendidikan kita sangat penting. Orang-orang berpikir bahwa pendidikan hanya belajar tetapi jauh lebih dari sekedar itu.
Ada seseorang begitu terpelajar dari lulusan universitas ternama tetapi kehidupan pribadinya selalu menderita, selalu bingung; tidak ada kebahagiaan. Dia memiliki banyak masalah seperti kecemburuan, kesombongan, kemarahan, kemelekatan dan sebagainya. Hidupnya selalu naik turun. Hanya pernah memikirkan satu kehidupan ini, tidak tahu harus berbuat apa lagi, ia begitu kewalahan dengan masalah sehingga bunuh diri bahkan mungkin tampak cara mudah untuk mengakhiri semuanya.
Lalu ada orang lain yang sama sekali tidak memiliki pendidikan formal tingkat tinggi atau banyak tetapi hidupnya sangat bahagia.
Bagaimana hidupnya bisa bahagia?
Jawabannya adalah bahwa orang dengan tingkat tinggi, yang hidupnya penuh dengan banyak penderitaan, kesombongan, kecemburuan, ketakutan dan kekhawatiran, dikuasai oleh pikiran mementingkan diri sendiri, sedangkan orang yang berpendidikan rendah memiliki hati yang baik. Tentu saja, dia masih memiliki harga diri tetapi itu tidak terlalu kuat. Karena hatinya yang baik, hidupnya memiliki banyak kebahagiaan.
Pendidikan tidak hanya terjadi di sekolah, namun pendidikan di rumah bersama orang tua. Orang tua memberi teladan yang kuat bagi anak-anak mereka. Saya tidak hanya merujuk pada hubungan keluarga tertentu tetapi secara umum kita semua adalah anak-anak oleh orang tua kita, sama seperti mereka adalah anak-anak dibandingkan dengan orang tua mereka. Anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu di rumah daripada di sekolah dan pendidikan utama mereka ada di rumah dan di lingkungan mereka. Cara orang tua membesarkan mereka sangat penting.
Pendidikan nyata tidak hanya mendapatkan pengetahuan tentang mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Inti dari pendidikan adalah welas asih. Tujuan utama orang tua harus menunjukkan kepada anak-anak mereka cara mengembangkan kasih sayang di rumah. Mereka harus menjadi contoh untuk anak-anak mereka, mengetahui bagaimana cara membimbing mereka sepenuhnya.
Tentu saja itu tidak mudah. Ini juga tidak mudah membimbing anak-anak di sekolah, karena untuk benar-benar membimbing orang lain tanpa membuat kesalahan, kita harus memiliki pikiran yang maha tahu. Orang tua membutuhkan pikiran yang maha tahu; guru di sekolah membutuhkan pikiran yang mahatahu. Hanya dengan begitu mereka dapat membimbing anak-anak dengan sempurna tanpa kesalahan sedikit pun. Hanya dengan demikian mereka bisa menjadi panduan yang sempurna.
Setidaknya guru harus memiliki kewaskitaan biasa untuk mengetahui masa kini dan melihat masa depan murid; kalau tidak mereka benar-benar bodoh.
Bagaimana mereka dapat membantu anak-anak untuk hidup di dunia ini? Bagaimana mereka bisa membimbing mereka sendiri?
Tidak hanya ucapan yang terampil, tidak hanya pengetahuan tentang Jiwa dan Pikiran, mereka membutuhkan kewaskitaan karena membimbing anak-anak itu tidak mudah.